News Breaking
PHTV
wb_sunny

Breaking News

Spirit Ramadhan Kaum Milenial di Tengah Pandemi

Spirit Ramadhan Kaum Milenial di Tengah Pandemi

Oleh Imam Nawawi

SECARA normatif kita ketahui bahwa Ramadhan adalah bulan diturunkannya Alquran yang merupakan petunjuk, penjelas, dan sekaligus pembeda. Dalam tataran historis, Ramadhan adalah bulan kemenangan. Lantas bagaimana ini dimaknai oleh kaum muda milenial kekinian?

Di sisi lain, secara faktual, meliputi sosial, ekonomi, dan politik, umat Islam di seluruh dunia berhadapan dengan wabah Covid-19 yang menjadi pandemi. Mampukah generasi milenial menjadi bagian penting peraga peradaban Islam yang menunjukkan bahwa ajaran Islam berkontribusi bahkan menjadi generator umat Islam tampil sebagai khayru ummah?

Dan, kala kita analisa, pandemi ini telah menimbulkan banyak dampak. Di antaranya kesehatan. Mampukan Islam memberikan jawaban berupa obat atas Covid-19? Apakah harus selalu vaksin yang menjadi jawaban?

Dari sisi, ekonomi, mampukah umat Islam bergerak terdepan menjadi sebaik-baik umat dalam hal melindungi sesama dari ancaman bahaya kelaparan?

Dari sisi politik, bisakah generasi muda Islam menjadikan wabah pandemi dalam Ramadhan ini sebagai sebuah momentum membangun kesadaran untuk jujur dalam kata dan tingkah laku?

Setidaknya inilah garis besar problem yang membutuhkan kehadiran generasi milenial Muslim dalam situasi yang tidak menentu seperti sekarang.

Langkah-Langkah

Lantas apa yang harus kita lakukan dengan problem di atas?

Jika mengacu pada spirit Ramadhan, maka jelas langkah pertama adalah memperbaiki kualitas interaksi diri dengan Alquran. Bukan sekedar bisa khatam, tapi paham.
Sebab, salah satu indikasi orang hidup dalam Alquran itu adalah yang tanggap terhadap seruan kebenaran Alquran.

لِّيُنذِرَ مَن كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ ٱلْقَوْلُ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ
“Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir.” (QS. Yasin [36]: 70).

Dalam tafsir Jalalain disebutkan bahwa orang yang hidup hatinya berarti yang tanggap terhadap apa-apa-apa yang dinasihatkan kepada mereka; mereka adalah orang-orang mukmin.

Ini menunjukkan bahwa kaum milenial di dalam Ramadhan ini harus ada ketertarikan, kecintaan, kerinduan, atau bahasa kekinian “Kecanduan” dengan Alquran, sepanjang hidupnya, sepanjang waktu, dari 24 jam hingga sepanjang hayat.

Jika itu dimiliki kaum milenial, maka Alquran akan sampai dengan fungsi utamanya, sebagai petunjuk, penjelas, dan pembeda. Dan, inilah yang harus menjadi headline di dalam Ramadhan sekarang, agar tersingkap petunjuk-petunjuk Alllah yang tersirat, sehingga kita bisa mendapat kebaikan yang banyak.

Maka interaksi dengan dengan Alquran harus membangun kesadaran hati, ketajaman berpikir, dan kehalusan budi dalam pergaulan. Ini yang menjadi pesan utama Ramadhan dan Alquran.

Tanpa interaksi dengan Alquran secara memadai maka manusia akan sangat potensial memiliki cara berpikir yang salah. Dalam bahasa Ibn Khaldun dalam Muqaddimah, “Kejahatan adalah sifat yang paling mudah mendominasi manusia apabila dia gagal dalam memperbaiki kebiasaannya ddan jika agamanya tidak dipergunakan sebagai contoh untuk memperbaikinya.

Dalam bahasa Gus Hamid, idealnya seorang Muslim itu, minhaj berpikirnya tauhidi, integratif, dan selalu berbasiskan wahyu Alquran. Jika tidak mungkin saja seseorang berpuasa, tapi pola pikirnya masih materialis. Dalam konteks mahasiswa, bisa jadi statusnya menuntut ilmu tapi realitasnya banyak menyukai syahwat yang merusak iman dan kepribadiannya.

Kemudian, langkah selanjutnya, terkait Ramadhan sebagai bulan kemenangan. Harus ada targe kemenangan dalam diri kita. Entah itu kemenangan yang sifatnya individual, seperti hatam dan paham Alquran, hingga target kemenangan berjama’ah.

Dalam konteks ini PP Pemuda Hidayatullah mencanangkan kemenangan narasi atas wabah dan pandemi yang melanda. Ini harus ada, jika tidak, bukan kaum muda namanya. Sebab kaum muda identik dengan impian, heroisme, dan tentu saja cita-cita luhur.

Terakhir, langkah yang sangat penting bagaimana nilai-nilai Islam ini termanivestasikan secara konkret. Sekarang ada ancaman kelaparan misalnya, maka kaum muda dengan segenap kreativitasnya mesti berupaya bagaimana menyelamatkan mereka yang terancam sekaligus menyelamatkan mereka yang punya kekayaan tidak tersiksa di dalam neraka kelak.

Di sini potensi jaringan, persahabatan harus dihidupkan dan digerakkan, sehingga anak muda itu walau tradisinya duduk diskusi, pada saat dunia butuh, ia hadir sebagai problem solver. Omong kosong pemuda namanya kalau dalam situasi seperti sekarang hatinya tidak terpanggil untuk datang memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan.

Kesimpulan

Bisakah diri kita mengangkat beban itu dan melakukan langkah-langkah di atas? Ambillah jawaban sama, tidak. Tetapi apakah berarti jalan sudah buntu? Tentu tidak.

Kalau kita cermati betul sejarah Nabi Muhammad ﷺ maka sungguh solusi menghadapi kebingungan seperti sekarang adalah dengan menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan qiyamul lail, Tahajjud.

Dalam Tahajjud kita akan terbiasa menempa diri secara mental spiritual untuk menjadi sosok pemberani, rela berkorban, dan dekat dengan Allah. Melalui Tahajjud kita menyedot dan menyadap kekuatan dari sisi Allah untuk diri kita bisa memberikan kontribusi solusi bagi persoalan kehidupan umat manusia.

Jika kaum muda di bulan Ramadhan, malam banyak digunakan untuk tidur, jauh dari Alquran dan Tahajjud, maka sungguh semua mimpinya itu tidak lebih dari ilusi. Kata Ustadz Abdullah Said, “Cerita mati (omong kosong) itu orang bicara perjuangan kalau malam tidak bangun.”

Dengan demikian, langkah menghadapi situasi yang sulit ini adalah dengan menempa diri sebaik-baiknya sebagaimana Allah menempa Nabi-Nya. Sekalipun tidak boleh kita merasa sama seperti Nabi, tapi jalannya kita ikuti. Dan, ini pula bekal untuk setiap jiwa mampu memperoleh kemenangan spektakuler.

Ingat kisah Muhammad Al-Fatih, apa kunci rahasia beliau menaklukkan Konstantinopel, Tahajjud yang tak pernah putus dari baligh hingga beliau menjadi komandan pasukan yang dinilai oleh Nabi ﷺ pasukannya adalah sebaik-baik pasukan. Bismillah, inilah yang harus dilakukan kaum milenial di dalam Ramadhan pada kondisi pandemi. Allahu a’lam.*

____
IMAM NAWAWI, penulis adalah Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Hidayatullah. Materi ini juga disampaikan dalam Kajian Online 1 Ramadhan 1441 H yang diselenggarakan Pemuda Hidayatullah kerjasama dengan platform Pemuda.org

Tags