News Breaking
PHTV
wb_sunny

Breaking News

Ketum Suhardi Gali Ilmu Kewirausahaan Bahlil Lahadalia

Ketum Suhardi Gali Ilmu Kewirausahaan Bahlil Lahadalia

JAKARTA - Belajarlah ilmu kepada ahlinya. Galilah pengalaman orang sukses untuk kemudian menjadikannya sebagai cemeti untuk menjadi manusia bermanfaat untuk banyak orang. Demikianlah spirit yang acapkali disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Syabab Hidayatullah Suhardi Sukiman kepada khalayak muda.

Berangkat dari spirit itu pula, ia menemui tokoh pengusaha nasional, Bahlil Lahadalia, yang juga merupakan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Suhardi mengatakan banyak membaca dan mempelajari figur pengusaha yang berangkat dari nol ini.

"Beliau ini betul-betul start dari nol. Dengan kerja keras, kesungguhan dan visi yang tajam sebagai pengusaha yang dimilikinya, Bahlil mampu menjadi figur seperti sekarang. Tentu semua tidak lepas dari pertolongan Allah SWT," kata Suhardi usai diterima Balil di kediamannya di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dia berharap, Bahlil terus menjadi figur seperti dirinya sekarang yang selalu terbuka berbagi inspirasi dengan siapapun.   

Suhardi pun mendorong anak-anak muda yang memiliki bakat wirausaha untuk belajar kepada sosok Bahlil terutama dalam ketahanan diri menghadapi berbagai rintangan dalam memulai usaha.

"Mainstream gerakan Syabab Hidayatullah adalah dakwah. Karena itu, anak anak muda harus memantapkan niatnya bahwa berwirausaha harus dalam rangka memberi manfaat seluas-luasnya. Begitupun dalam berdakwah. Jadi keduanya, berwirausaha dan berdakwah, adalah dua hal yang tak terpisahkan," pesan Suhardi.

Seperti diketahui, Balil Lahadalia mengasah jiwa kewirausahaannya sejak kecil dengan menjajakan kue, jadi sopir angkot, hingga kemudian memiliki perusahaan sendiri.

Bahlil adalah sosok yang ulet. Pria kelahiran Banda, 7 Agustus 1976 ini sejak kecil sudah menunjukkan kemampuannya berwirausaha. Ayahnya adalah seorang kuli bangunan yang menerima upah Rp 7.500 per hari sedangkan ibunya seorang tukang cuci.

Anak kedua dari sembilan bersaudara ini sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD) sudah tertarik mencari uang. Ia pun membantu mencari penghasilan tambahan dengan menjajakan kue-kue buatan mamanya. Dari hasil berjualan kue tersebut, Bahlil bisa membantu membayar uang sekolah adik-adiknya dan bertahan hidup meski serba kekurangan.

Ketika masuk sekolah menengah pertama (SMP), kondisi keuangan orang tuanya semakin sulit. Bahlil beralih menjadi kondektur angkot, berjualan ikan di pasar, dan menjadi sopir angkot. Ia juga pernah menjadi asisten operator ekskavator dan tinggal di hutan ketika musim liburan tiba. Setelah lulus sekolah menengah atas (SMA), Bahlil muda memiliki keinginan yang kuat untuk kuliah.

Teman-temannya sudah lebih dulu mendaftar ke perguruan tinggi tetapi dia tidak tahu harus kemana. Dengan bermodalkan ijazah, tiga baju, surat izin mengemudi (SIM), dan kantong kresek, berangkatlah Bahlil ke Jayapura. Orangtuanya hanya tahu ia bekerja, bukan kuliah. Perjalanan dilalui dengan naik Perintis dari Fakfak bersama dengan kambing, keledai, dan kayu.

Bahlil yang ingin mengubah nasib ternyata menghadapi kenyataan pahit. Di Jayapura, tidak ada kampus yang bersedia menerimanya. Seorang teman yang menjadi ketua asrama menyarankan agar Bahlil mendaftar ke perguruan tinggi swasta.

Di dekat asrama, terdapat pasar yang jaraknya ke jalan raya kurang lebih 100 meter. Kondisi ini dimanfaatkan Bahlil untuk menjadi kuli angkut dengan upah Rp 200 sekali angkut. Selama kuliah, Bahlil pernah terjun menjadi aktivis gerakan reformasi 1997-1998. Akibat hal tersebut, pria yang menjadi ketua senat di kampusnya ini sempat mendekam di penjara.

Perkuliahannya juga tidak selalu berjalan mulus. Pada semester 6, Bahlil pernah menderita busung lapar. Ketika bisa membeli beras, ia memasak beras itu menjadi nasi dan bubur agar kenyang lebih lama. Jika beras habis, ia makan mangga yang jatuh di samping asrama. Setelah jatuh sakit, tekadnya untuk mengakhiri kemiskinan semakin kuat. Sembari kuliah, Bahlil bekerja sebagai marketing asuransi.

Bahlil juga pernah menjadi pegawai kontrak Sucofindo. Begitu selesai kuliah, ia dan temannya aktif membangun perusahaan, dimulai dari perusahaan konsultan keuangan dan teknologi informasi (TI). Peran Bahlil di perusahaan ini adalah menjadi direktur wilayah Papua. Inilah kali pertama Bahlil merasa memiliki gaji yang besar, yaitu Rp 35 juta pada usia 25 tahun. Karyawannya mencapai 70 orang yag memiliki latar belakang pendidikan keuangan dan TI. Karyawan Bahlil juga berasal dari kampus-kampus bergengsi, yaitu alumni Universitas Gajah Mada (UGM) dan Jerman.

Berkat kelihaiannya menjalankan perusahaan, dalam satu tahun Bahlil dapat memberikan keuntungan lebih dari Rp 10 miliar kepada perusahaan. Tak lama kemudian, Bahlil memutuskan untuk mengundurkan diri karena ingin mencari suasana baru dan membangun perusahaan yang berbeda dari yang selama ini ia tekuni.

Setelah resign, Bahlil diberi dividen sebesar Rp 600 juta yang kemudian digunakannya sebagai modal untuk membangun perusahaan perdagangan (trading) kayu. Kini, pria lulusan Sekolah Tinggi Ekonomi Port Numbay, Jayapura itu telah merasakan hasil jerih payahnya. Perusahaan yang dirintisnya, PT Rifa Capital, menjadi induk dari sepuluh perusahaan.

Sumber tambahan: Katadata

Tags