News Breaking
PHTV
wb_sunny

Breaking News

Memahami Eksistensi, Menata Diri Siapkan Kontribusi untuk Maslahat

Memahami Eksistensi, Menata Diri Siapkan Kontribusi untuk Maslahat

Oleh Imam Nawawi

EKSISTENSI pemuda merupakan wujud dari pemikiran dan kiprah generasi pendahulunya, pada saat yang sama merupakan realitas sekaligus modal utama akan perubahan di masa depan. Oleh karena itu, keberadaan pemuda senantiasa strategis dan menentukan.

Gagal memahami eksistensi pemuda sama dengan menyambut masa depan penuh persoalan. Karena itu penting bagi setiap diri pemuda menyadari hal ini, sebagaimana diingatkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits, bahwa, "Yang paling baik di antaramu sekalian adalah pemuda yang menyerupai orang dewasa (yakni berpikir cermat, berbuat dan dapat menjadi pemimpin)."

Siapa pemuda seperti itu? Di dalam Al Quran jelas, ada sosok Nabi Yusuf Alayhissalam, muda, idealis, namun teguh dan tabah menghadapi tempaan demi tempaan kehidupan, sehingga tidak ada narasi keluhan apalagi keputusasaan dari lisannya.

Padahal, Yusuf menjalani semua itu sebatang kara, termasuk kala harus masuk ke dalam penjara. Kepercayaan diri atas dasar imannya tinggi, sehingga ia tak pernah memandang kompromi dengan kejahatan sebagai jalan keluar kemenangan. Memelihara iman dan idealisme, pada sisi yang sama juga terus mengasah ketajaman ilmu, menjadi agenda utama dan prioritas dari putra Nabi Ya’qub Alayhissalam itu.

Pemuda Ashabul Kahfi juga Allah ceritakan di dalam Al Quran berkat konsistensi mereka di dalam menata diri sehingga tidak ada yang paling prioritas dalam agenda-agenda kepemudaan melainkan kokoh dan teguhnya iman, sehingga Allah menambah terus-menerus kekuatan iman di dalam dada mereka, hingga mereka Allah selamatkan dengan cara ditidurkan selama tiga abad dan nyaris satu dekade.

Artinya, dari kedua fakta itu, telah terang apa yang mesti menjadi agenda utama kaum muda, yakni menata diri untuk siap berkontribusi bagi pengembangan peradaban umat manusia.

Kala berbicara menata diri, Hidayatullah telah menuangkan itu semua dalam sebuah manhaj yang disebut sebagai Sistematika Wahyu dimana Islam tidak lagi sekedar kajian, tapi ajaran yang dari tahap demi tahap dapat dipraktikkan, dibiasakan, dan ditebarkan menjadi sebuah nilai hidup yang aktif, menyala, dan terus bergerak menebar kebaikan dan keindahan.

Dalam konteks agenda prioritas berdasarkan manhaj, maka ada tiga setidaknya. Pertama, gerakan literasi dan keilmuan yang tinggi berdasarkan postulat Iqra’ Bismirabbik. Kedua, menjadi generasi tangguh di setiap hari, terutama tengah malam dengan tekun membina mental dan mindset diri melalui ibadah bernama Tahajjud. Ketiga, menjadi sosok yang siap tampil ke gelanggang, menyampaikan risalah dakwah walau hanya dengan sebuah keteladanan.

Jika hal itu kita hubungkan dengan kiprah dan perjuangan Ustadz Abdullah Said maka inilah inti yang menjadi generator pergerakan dakwah dan tarbiyah umat hingga Hidayatullah mampu hadir di tengah-tengah kehidupan bangsa dan negara seperti sekarang.

Hal yang paling diintrodusir oleh Ustadz Abdullah Said adalah bagaimana setiap kader muda lembaga memiliki spirit yang jelas dan tegas, setidaknya dalam tiga hal, berpikir keras, bekerja keras, dan beribadah keras (ikhlas).

Tiga hal itu tentu saja rumus sukses kaum muda menempa diri untuk selanjutnya mampu berkontribusi. Kalau kita tinjau sejarah, maka dapat dilihat generasi muda seperti Mush’ab bin Umair mampu menjadi juru dakwah dan sekaligus diplomat umat untuk kaum Anshar di Yatsrib.

Zaid bin Tsabit mampu menjadi ahli yang dapat membaca manuver-manuver politik kaum Yahudi, karena ia bisa menguasai bahasa Yahudi hanya dalam tempo 14 hari. Usamah bin Zaid, mampu tampil sebagai panglima di usia yang sangat muda.

Dengan demikian, hal yang sangat penting disadari oleh kaum muda hari ini adalah bagaimana memahami eksistensinya sebagai sebuah keadaan terbaik yang mesti benar-benar disadari dan dikerahkan untuk memiliki kemampuan yang jelas agar hidupnya di masa depan dapat berkontribusi besar bagi kelangsungan kemajuan kehidupan umat.

Dan, untuk dapat menjadi pemuda yang seperti itu, tidak bisa diraih hanya dengan mengandalkan retorika, aksi-aksi temporer, “menari di atas panggung,” apalagi yang tidak didasari oleh pemahaman utuh tentang mengapa dan bagaimana mestinya mengarahkan kondisi terbaik dalam hidup ini.

Oleh karena itu relevan apa yang ditegaskan oleh Syaikh Musthafa Al-Ghayalini dalam Idzatu'n-Nasyi'in, "Sesungguhnya di tanganmulah (kaum muda) persoalan umat dan dalam kebangkitanmulah kehidupan (masa depan) suatu bangsa."

Nah, apakah diri kita sudah memadai untuk membawa masa depan umat, bangsa, rakyat, dan negara lebih baik? Cermati saja dalam diri, jika mampu berpikir cermat, terlebih dilandasi sebuah manhaj atau visi, kemudian juga dapat dipercaya untuk mengemban amanah, terutama amanah kepemimpinan, maka ada potensi diri menjadi pemuda unggulan.

Dan, jika itu telah ada, maka jaga dan teruslah menjadi manusia yang seperti itu. Allahu a’lam.

*) IMAM NAWAWI, penulis adalah Ketua Umum Pemuda Hidayatullah

Tags