News Breaking
PHTV
wb_sunny

Breaking News

Permainan Tradisional Sarana Refleksi Perjuangan Para Pahlawan

Permainan Tradisional Sarana Refleksi Perjuangan Para Pahlawan


Oleh Adam Marzuki Langgu*

SUATU siang, saya berjalan melewati taman di salah satu lingkungan sekolah dasar. Terlihat dua kelompok anak usia dini tengah asyik bermain bentengan disaat waktu jam istirahat berlangsung.

Permainan bentengan umumnya dimainkan oleh dua tim yang anggotanya bisa terdiri dari 4 orang atau lebih. Masing-masing tim memiliki tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang, batu atau pilar sebagai "benteng". 

Permainan tradisional bentengan -atau rerebonan kalau di Jawa- sebetulnya menjadi permainan favorit saya ketika masih anak anak bahkan sampai remaja. Memang asyik. Seru. Mendebarkan. Menegangkan.

Ya, bermain memang selalu diidentikkan dengan anak kecil atau usia dini. Sehingga, tidak heran, ketika menjumpai anak kecil, hampir seluruh waktunya dihabiskan dengan bermain.

Anak usia dini yang berada pada rentan usia 0-8 tahun adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan yang sangat pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. 

Usia dini merupakan fase kehidupan yang unik dan di dalam prosesnya terjadi perubahan berupa: pertumbuhan, perkembangan, pematangan dan penyempurnaan baik pada aspek jasmani maupun rohani.

Diantara banyak permainan, benteng menjadi salah satu permainan yang banyak sekali memuat pesan-pesan reflektif di dalamnya. Setidaknya ada 2 pesan penting yang dapat ditarik dari permainan ini.

Pertama, dilihat dari tujuan permainan. Visi utama permainan ini adalah mengambil alih benteng lawan dengan cara "menyerang". Tim dapat dikatakan menguasai benteng lawan ketika salah satu pemain mampu menyentuh tiang atau pilar yang dipilih oleh tim lawan sembari meneriakkan benteng.

Untuk mampu menduduki (menguasai) benteng tim lawan, diperlukan usaha keras serta strategi yang jitu. Salah satunya dengan 'menawan' seluruh anggota lawan dengan menyentuh tubuh mereka. 

Orang yang paling dekat waktunya ketika menyentuh benteng berhak menjadi 'penawan' dan bisa mengejar dan menyentuh anggota lawan untuk menjadikannya tawanan. 

Tawanan biasanya ditempatkan di sekitar benteng musuh. Tawanan juga bisa dibebaskan bila rekannya dapat menyentuh dirinya.

Kedua, dalam segi taktik atau strategi. Biasanya masing-masing pemain mempunyai tugas seperti penyerang, mata-mata, pengganggu, dan penjaga benteng. Pemain yang ditunjuk sebagai penganggu biasanya yang memiliki kemampun lari yang cepat (speed) sehingga tidak mudah tertawan oleh pemain lawan. 

Upaya 'propaganda' si pengganggu ini dilakukan agar pemain lawan yang bertugas menjaga benteng terpancing untuk keluar mengejar sehingga memudahkan untuk menerobos pertahanan lawan.   


Bukan Sekedar Pemainan

Pesan penting dari permainan bentengan ini, bahwa segala sesuatu membutuhkan perjuangan serta pengorbanan, apalagi jika yang diimpikan adalah sebuah harapan besar. 

Tak hanya itu, permainan ini juga mengalirkan pesan yang tak kalah penting dan memiliki nilai yang sangat fundamental yaitu kekuatan kekompakan (teamwork) yang ditopang oleh semangat bertarung untuk menang (dedication) dan soliditas yang teguh (loyality)

Tentu saja dibutuhkan upaya serta pengorbanan yang besar dan juga kapasitas keilmuan yang memadai sehingga sesuatu yang dicita-citakan dapat terwujud. Begitulah permainan ini memberikan pelajaran. 

Begitulah pula yang dirasakan dan dialami oleh para pendiri bangsa ini. Segala upaya yang tidak mengenal waktu dan tempat terus dikorbarkan. Harta benda bahkan nyawa pun rela dikorbankan demi merebut kemerdekaan melawan para penjajah.

Setidaknya ada tiga nilai yang menjiwai para pahlawan dalam merebut kemenangan. Pertama, istiqomah menjadi landasan utama sehingga mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya. Mereka tidak tergiur dengan tawaran harta dan kedudukan dari para musuh. 

Kedua, adanya keberanian. Tidak ada kata kompromi. Sifat berani dalam membela kebenaran, berani dalam mempertahankan kebenaran, dan berani dalam menghadapi berbagai rintangan serta hambatan.

Dan, yang ketiga, adalah sabar dalam menanam benih kebaikan. Apa yang kita rasakan dan nikmati hari ini adalah buah dari kesabaran para pahlawan (mujahidin) dalam menanam pohon yang bernama pohon perjuangan.

Mereka sabar dalam menghadapi kesusahan hidup akibat diburu oleh musuh yang berkekuatan besar. Mereka sabar dalam mengarungi medan perjuangan yang berliku-liku. Mereka sabar berproses hingga kemudian kemerdekaan diraih.

Istiqamah, berani, dan sabar, inilah tiga sikap mulia yang harus kita teladani dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaan. Serta terus mendoakan yang terbaik bagi setiap pahlawan yang telah mengorbankan harta dan jiwa demi kemerdekaan.

Selamat memperingati Hari Pahlawan Nasional, 10 November 2022. Terus bergerak maju kobarkan semangat kepahlawanan. Selamat Berjuang!.

*) Adam Marzuki Langgu, penulis adalah Sekretaris Wilayah PW Pemuda Hidayatullah DKI Jakarta

Tags