Adab yang Kian Terlupakan dalam Berorganisasi
Oleh Rasfiuddin Sabaruddin*
Pernahkah
Anda merasakan situasi panas dalam organisasi hanya karena sebuah kabar yang
belum sempat Anda pastikan kebenarannya? Atau tiba-tiba dijauhi rekan-rekan
seperjuangan hanya karena satu isu yang belum sempat Anda klarifikasi? Jika ya,
inilah saatnya kita merenungkan kembali betapa pentingnya menghidupkan adab
tabayyun—adab yang seringkali terlupakan ketika emosi lebih dahulu berbicara.
Menggali
Makna Tabayyun
Tabayyun, dalam makna sederhana,
berarti menelusuri dan memastikan kebenaran sebuah kabar sebelum kita mengambil
sikap. Dalam konteks organisasi, tabayyun menjadi pondasi yang seharusnya
menuntun langkah kita—terutama saat berhadapan dengan kabar yang berpotensi
memecah belah persatuan.
Allah
SWT mengingatkan:
“Wahai
orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.” (QS.
Al-Hujurat: 6)
Ayat
ini tidak hanya relevan untuk kehidupan pribadi, tetapi juga menjadi alarm yang
seharusnya selalu kita hidupkan dalam organisasi—apalagi di zaman ini, di mana
informasi bertebaran di mana-mana, tapi kebenarannya belum tentu terjamin.
Tabayyun:
Adab yang Sering Terlupakan
Tidak sedikit konflik internal organisasi yang sebenarnya berawal dari
miskomunikasi. Sering kali, emosi mendahului tabayyun, sehingga adab ini
menjadi korban pertama yang dilupakan. Akibatnya, kabar yang belum tentu benar
justru menjadi bahan bakar prasangka dan pertikaian.
Mengapa
Tabayyun Terpinggirkan?
Ego menjadi salah satu pemicu utama. Ada kalanya kita merasa sudah paling tahu,
sehingga begitu mendengar kabar yang tidak mengenakkan, reaksi spontan muncul
tanpa disaring dengan akal sehat.
Di sisi lain, budaya media sosial yang serba cepat juga turut membentuk
kebiasaan “hakim sebelum klarifikasi.” Potongan video, screenshot, dan narasi
sepihak kerap lebih dipercaya daripada klarifikasi langsung.
Selain itu, tidak sedikit organisasi yang lebih banyak mengajarkan strategi dan
taktik, tapi luput dari pembinaan adab dan akhlak. Padahal, adab adalah benteng
utama yang menjaga kita dari godaan prasangka yang menyesatkan.
Belajar
dari Teladan Rasulullah
Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat mengutamakan tabayyun. Dalam banyak
kesempatan, beliau tidak pernah langsung mengambil sikap sebelum memastikan
kebenaran kabar.
Kita bisa lihat dalam kisah Al-Walid bin ‘Uqbah. Saat Al-Walid kembali dan
melaporkan bahwa Bani Musthaliq menolak zakat, Rasulullah hampir saja mengirim
pasukan.
Namun, Allah langsung menurunkan ayat Al-Hujurat: 6 untuk meluruskan.
Ternyata, laporan itu tidak sepenuhnya benar. Jika Rasulullah terburu-buru
bertindak, mungkin akan terjadi pertumpahan darah yang sia-sia.
Menegakkan
Tabayyun di Organisasi
1.
Perlu ada aturan yang jelas dalam AD/ART organisasi tentang pentingnya
tabayyun. Jangan biarkan keputusan diambil hanya berdasarkan laporan sepihak.
2. Kader harus dilatih untuk sabar dan objektif. Caranya bisa lewat diskusi,
latihan komunikasi yang menumbuhkan empati, dan forum-forum penguatan adab.
3. Pemimpin harus menjadi contoh utama. Kalau pemimpin sendiri mudah terpancing
kabar sepihak, kader di bawahnya akan meniru.
4. Bijak bermedia sosial. Jangan ikut-ikutan membagikan informasi yang belum
terverifikasi. Kader organisasi juga harus dibekali literasi digital, supaya
bisa lebih kritis menghadapi banjir informasi.
Persatuan
dan Persaudaraan adalah Tujuan
Organisasi kita bisa saja terlihat rapi dari luar, tetapi tanpa adab, semuanya
akan mudah rapuh. Tabayyun menjadi bukti bahwa kita peduli pada persaudaraan.
Ini bukan tentang siapa yang menang, tapi tentang menjaga marwah dan martabat
bersama.
Imam
Hasan Al-Bashri pernah berkata:
“Jika
sampai kepadamu berita dari saudaramu yang tidak kamu sukai, maka carilah udzur
untuknya sebanyak mungkin. Jika tidak menemukannya, katakanlah: mungkin ia
punya udzur yang aku tidak ketahui.”
Menutup
dengan Refleksi
Organisasi bukan cuma soal program dan strategi. Ia adalah ruang latihan akhlak. Tanpa tabayyun, organisasi hanya jadi tempat menumpuk prasangka. Mari kita rawat kembali budaya tabayyun ini—bukan hanya untuk meredam konflik, tapi juga untuk menjaga ruh ukhuwah yang menjadi pondasi perjuangan.
)* Ketua Umum Pemuda Hidayatullah