Keluarga Ibrahim: Blueprint Mencetak Generasi Beradab Menuju Indonesia Emas
Oleh Rasfiuddin Sabaruddin*
Indonesia Emas dan Tantangan Keluarga
Visi Indonesia Emas 2045 bukan sekadar angka dalam kalender. Ia adalah impian kolektif: Indonesia yang maju, adil, makmur, dan beradab ketika merayakan usia 100 tahun kemerdekaan. Namun, di balik megahnya visi itu, pertanyaan mendasar muncul: siapa yang akan memimpin negeri ini saat itu?
Jawabannya jelas: anak-anak yang hari ini sedang kita didik di rumah. Maka, pertarungan sejati bukan sekadar soal ekonomi atau politik, tetapi soal bagaimana keluarga—terutama orang tua—membentuk karakter generasi penerus bangsa.
Dalam sejarah Islam, tidak ada teladan keluarga yang lebih utuh dan berdampak peradaban selain keluarga Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Dari rumah sederhana Ibrahim lahir bangsa-bangsa besar, para nabi, dan sebuah model pendidikan spiritual yang abadi.
Keluarga Ibrahim: Bangunan Kecil, Pengaruh Besar
Ibrahim adalah ummatan wahdahu—satu orang yang setara dengan sebuah umat. Allah berfirman:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِّلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam (teladan) yang dapat dijadikan contoh, lagi patuh kepada Allah, hanif, dan tidak pernah menjadi orang musyrik.” (QS. An-Nahl: 120)
Namun, sebelum menjadi “umat”, Ibrahim adalah suami yang taat, ayah yang visioner, dan pendidik sejati.
Di tengah masyarakat penyembah berhala, Ibrahim membangun keluarga kecil yang kokoh dalam tauhid. Ia tidak hanya ingin punya anak, tetapi anak yang saleh, patuh kepada Allah, dan siap melanjutkan peradaban iman.
Pendidikan Dimulai dari Doa dan Visi
Langkah pertama Ibrahim dalam mendidik bukan dengan perintah, tetapi dengan doa dan harapan jangka panjang:
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ“Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ash-Shaffat: 100)
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk kepada-Mu dan dari anak cucu kami sebagai umat yang tunduk kepada-Mu…” (QS. Al-Baqarah: 128)
Inilah pelajaran penting: pendidikan anak adalah misi spiritual, bukan proyek duniawi. Banyak orang tua hari ini lebih sibuk menabung biaya kuliah daripada menabung doa dan akhlak.
Rasulullah ﷺ bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ismail: Cermin Anak Beradab
Klimaks keteladanan Ibrahim dan Ismail terjadi dalam perintah Allah yang mengguncang naluri ayah mana pun: penyembelihan anak sendiri. Namun, yang mengejutkan adalah reaksi sang anak:
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan; insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat: 102)
Di usia remaja, Ismail telah mewarisi iman, adab, dan ketaatan absolut kepada Allah. Ia tidak hanya berakal, tetapi juga beradab—karakter yang langka di generasi digital hari ini.
Rasulullah ﷺ pernah menyampaikan:
مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدَهُ نَحْلًا أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ“Tidak ada pemberian terbaik yang bisa diberikan seorang ayah kepada anaknya selain adab yang baik.” (HR. Tirmidzi)
Hajar: Perempuan, Ibu, dan Arsitek Spiritualitas
Sosok yang tak kalah monumental adalah Hajar. Ia bukan hanya ibu dari Ismail, tetapi simbol keberanian dan tawakal. Ketika ditinggal Ibrahim di padang tandus, ia berkata:
“Kalau ini perintah Allah, maka Dia tak akan menyia-nyiakan kami.”
Bukan pasrah buta, Hajar tetap berlari antara Shafa dan Marwah. Ikhtiarnya menjadi ibadah yang diabadikan dalam syariat haji.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)
Perempuan seperti Hajar adalah fondasi Indonesia Emas: ibu yang kuat secara iman, tangguh dalam ujian, dan aktif dalam ikhtiar.
Membangun Generasi Beradab dari Rumah
Mengharap Indonesia Emas tanpa membina keluarga seperti Ibrahim adalah utopia. Generasi emas tidak lahir dari sistem semata, tetapi dari rumah yang dipenuhi doa, adab, dan keteladanan.
Ada tiga pelajaran utama dari keluarga Ibrahim:
-
Pendidikan dimulai dari visi spiritual, bukan sekadar ambisi dunia.
-
Orang tua menjadi teladan, bukan hanya pembicara.
-
Anak-anak ditumbuhkan dengan nilai tauhid dan adab sebelum prestasi.
Mulai dari Kita, Mulai dari Rumah
Bangsa besar dibangun oleh masyarakat yang kuat. Masyarakat kuat lahir dari keluarga yang beriman dan beradab. Keluarga Ibrahim bukan sekadar kisah untuk Iduladha, tetapi cetak biru untuk membentuk peradaban masa depan.
Mari kita mulai dari rumah kita masing-masing:
-
Jadilah Ibrahim: ayah yang berdoa dan memimpin dengan iman.
-
Jadilah Hajar: ibu yang tangguh dan percaya pada takdir Allah.
-
Jadilah Ismail: anak yang taat dan sabar dalam ujian.
Karena Indonesia Emas 2045 dimulai dari rumah hari ini. Dan seperti keluarga Ibrahim, semoga rumah kita menjadi ladang kelahiran para pemimpin masa depan.
)* Ketua Umum Pemuda Hidayatullah